Momen
Idul Adha yang akan jatuh pada hari esok, tentunya memiliki kesan yang berbeda
dari momen Idul Adha dari beberapa tahun ke belakang. Selain momen Idul Adha
yang kali ini libur kuliahnya berasa long weekend, ada momen lain yang bagiku
sangat menyentuh hati dengan rasa penuh toleransi.
Perkuliahan
dimulai pada pukul 07 pagi. Keadaan kampus yang sedikit lengang, karena banyak
perkuliahan yang diundur sekaligus dipadatkan ke minggu depan, dengan alasan
banyak mahasiswanya yang ingin mudik. Untuk urusan masalah ‘merayu’ dosen agar
perkuliahan diundur, disini peran humas sangatlah sentral dan vital. Agar kesepakatan
bisa dicapai dan mahasiswa merasa bahagia. Alasan dipindahkan jadwal yaitu para
mahasiswa ingin merayakan Idul Adha di kampung bersama keluarga.
Perkuliahan
hari ini hanya satu mata kuliah saja. Hal ini pun berkat keterampilan humas
yang ‘merayu’ dosen, dengan sedikit merengek-rengek – jika memungkinkan air
mata pun dibutuhkan. Mata kuliah kali
ini tentang pendidikan IPA di SD. Dosennya non-muslim, tapi aku tidak merasa
aneh, toh kita tujuannya ingin belajar – tak perlu mementingkan soal keyakinan
- apalagi sampai meributkan – tak dewasa. Dan urusan ibadah itu masing-masing
saja.
Kita
belajar dengan santai, serta sayup-sayup terdengar gema Takbir dari Masjid yang
letaknya cukup jauh dari kampus. Pembelajaran 2 SKS hari ini, seperti lewat
begitu saja, mungkin mahasiswa sudah memikirkan tentang ‘pulang kampung dan
bertemu keluarga’. Usai pembelajaran pun, dosen menutup pelajaran dengan
kalimat,
‘perkuliahan
hari ini dicukupkan sekian, mungkin anda pun sudah tidak sabar ingin
cepat-cepat pulang kampung’ dengan gesture bercanda
Mahasiswa
pun merespon penuh semangat, seperti demonstran yang berdemo di gedung DPR,
dengan kalimat,
‘betul
bu, hehehe’ tukas mahasiswa
Dosen
pun bersiap-siap untuk meninggalkan kelas, karena akan dilanjutkan dengan kelas
lain. Dosen itu sambil menggendong tas hitam dan menjinjing totebag berwarna merah marun. Berjalan mendekati
pintu. Sebelum dosen itu menginjakkan kakinya keluar, dosen itu berkata :
‘Selamat
lebaran ya’ sambil tersenyum.
‘Iya
ibu makasih’ jawab mahasiswa disusul dengan teman-temannya.
Dosen
itu keluar. Memang tak ada barang bawaannya yang tertinggal, kecuali ucapannya
yang tetap terkenang di pikiranku. Dalam hati aku berkata,
‘Selain
dosen ini ramah dan baik pula, beliau pun penuh toleransi juga’
Pikiranku
dibuat melting oleh ucapan beliau. Indahnya
toleransi, andai semua orang bisa melakukan hal ini dan mau menjunjung
toleransi. Toleransi itu tidak terlalu sulit untuk dilakukan, bisa dengan cara
menghargai dan dibumbui dengan senyuman. Tak perlu meributkan keyakinan, karena
kita sudah mencapai dewasa seutuhnya, bukan dewasa yang kekanak-kanakan.
~ Indahnya Toleransi