Translate

Senin, 30 Desember 2013

Dipaksa Trendism

Celingukan liat kiri dan kanan, manusiawi semuanya beli...beli...dan beli...fashion sampai mati tidak mau tahu. Entah apa barang yang dibeli itu berguna atau tidak yang penting belanja dan beli, sebelum diborong sama orang lain. Harus fashion yang dibumbui hasrat konsumerisme. Tipu daya menggeliat kian memojokan dan menjauhkan dunia kesungguhan. Hidup yang lebih meregang dompet ketimbang nyawa, yang membuat upaya korporasi raksasa untuk mendoktrin umat, terutama yang tak kuat godaan. Budaya barat yang kian melekat dan hidup ke kotaan. Hotpens yang sudah bukan barang tabu lagi bagi wanita, yang menjajikan untuk terlihat lebih sexy, menggoda, dan lebih lebih lainnya termasuk selulit. Pakai tengtop(maaf.. kalo salah nulisnya) yang menjanjikan, agar mata kaum adam terpana melihat lekukan tubuhnya, yang mungkin ada sedikit jamuran keputihan di daerah bahu atau lainnya. Sepatu yang harus disesuaikan dengan zaman, agar tak ketinggalan zaman, begitulah serunya !! Global maupun lokal yang secara tidak langsung atau mungkin sudah nampak jelas dalam mata, memaksa kita untuk mempunyai barang-barang yang trendi. Apalah itu ! Laki-laki pun sama, ketika aku melihat di tv seorang presenter itu, tidak mempunyai kumis, jenggot dan jambang yang tebal (identitas cowo maco). Namun besok lusanya aku sudah melihat dia berkumis, berjenggot, dan berjambang agar terlihat maco yaa. Ya, zaman sekarang orang orang berbondong membeli obat penumbuh kumis, jenggot dan jambang. Berapa pun harganya itu, mereka beli yang penting tumbuhnya cepat dan yang penting menjanjikan sebuah kata "maco". Ketampanan yang kian menjadi patokan tuntutan alam semesta penuh tipu daya. Terlena dan terhanyut oleh libido yang kian menjelma kian monster godzilla. Padahal,  Tuhan  menciptakan dengan segala upaya nya, jika  tidak merasa puas akan mahacipta nya, ya kau protes mengapa Tuhan menciptakanmu? Gagasan telah berubah menjadi "dipaksa trendism". Trendism sebuah ideologi yang harus dijunjung tinggi dalam kehidupan yang fana ini. Sekarang pun, kian menjamur produk barang luar negeri yang harus dibeli oleh pribumi bagaiamana pun caranya. Bisa lewat paket hemat, diskon akhir tahun yang sangat bombastis, dan lain lain upaya. Kita telah terdoktrin "gengsi kalo gak pake barang luar negeri" itulah yang sudah membelenngu kita selama ini. Ada pepatah dari temanku "kita tidak bisa melawan zaman" hahahaha, di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Orang pedalaman asli mereka tidak mengikuti pakai hotpens, tengtop, obat penumbuh kumis, jenggot, serta jambang. Boro-boro beli itu semua, makan pun tergantung dari alam yang mereka rawat. Mandi tidak pake shower, hanya memakai kedua telapak tangan yang telanjang dan dibasuhkan ke semua bagian tubuhu yang masuk ke sungai. Tapi apakah hotpens, tengtop, obat penumbuh kumis, jenggot, serta jambang dan lain lain. Akan menjanjikan sebuah hidup nyaman seperti sofa yang empuk? Entahlah semua ini kian menggelitik.

Sabtu, 16 November 2013

Pedofilia di Ruang Tertata

Entah apa aku bisa memberikan judul seperti ini. Yang terpenting bukan tentang si orangtua keladi, namun semestinya yang tau diri. Aku bingung si orangtua itu bukan ingat istrinya yang di rumah, yang sejak malam telah memuaskannya dengan hasrat liar, bagai singa yang menerkam mangsa. Apakah si orangtua itu telah lupa rasanya?. Iya, mungkin lupa karena rasa semalam telah terdistorsi oleh ruang dan waktu yang tak bertanggung jawab. Tapi aku pun tak semestinya tau, karena aku bukan risbang yang menjadi saksi tkp. Dasar sudah tua, masih tau aja yang bening bagai mie formalin. Melirik yang muda tentunya, bening pula, dan selalu begitu. Tau aja dasar ! Kesalku tak terelakkan karena ulahmu yang begitu janggal akan sebuah tanya. Semuanya bagai lingkaran setan kemiskinan yang menyiklus selalu terjadi, takan putus dan takan berhenti.
Awas si tua !!
Upaya yang dilakukannya berasa tak seru, ketimbang upayaku. Bagai otoriter di dalam ruang tertata, tak ada satu pun yang menyangkal akan perintahnya. Tunjuk lalu sebut, menjadi lalabannya. Entah tak tau diri, atau tak punya harga diri. Bukan urusanku, karena urusanku hanyalah makalah dan tugas kuliah yang kulihat pun hanyalah berupa ceklis minim. Pedofilia jelas berbahaya dan harus waspada akan gelagatnya mengakronimkan sang penguasa ilmu (katanya). Pertanyaan yang kulontarkan hanya ditanggapi jawaban yang kemana-mana entah kemana dan tak tahu arah. Dunia yang selalu menghantui, bak arwah gentayangan. Tertangkaplah aku, pikiranku, dan diriku. Oleh kepalsuan dunia fana. Iya tampang itu, kini tak berarti lagi. Si pedofilia terus jaya dan memperjuangkan misi.

Balada Kucing di Malam Hari

Kaget, sungguh kaget memang. Di malam hari yang sunyi tak berbisik pada siapapun. Bahkan jangkrik yang suaranya membuat kenangan pun tak ada lagi. Mungkin jangkrik cape, karena harus begadang tiap hari. Aku yang di malam hari itu pun hanya bisa corat - coret kertas dengan pensil. Corat - coret agar aku keliatan sibuk oleh ibuku. Aku terkaget saat ada kucing yang mengeong - ngeong dekat rumahku. Mungkin kucing itu merasa kesepian di malam hari. Aku lihat kucing itu dari jendela kamarku yang kebetulan punya jendela. Seketika kucingnya terdiam dan termenung. Kucing itu sedang menunggu suaminya yang belum datang dari ngantor, mungkin karena lembur. Tapi aku tidak tahu, bahwa anggapan itu benar atau tidak. Karena aku aku bukan suaminya. Aku tutup kembali jendela kamarnya karena Bandung berbisik padaku, bahwa diluar sana hujan dan dingin. Kembali pada aktifitas sibuk dengan corat -coret kertas, ya namanya juga corat - coret entah apa jadinya aku tak urusi. Namun yang kurasakan malam ini nikmatnya ditemani susu cokelat dan roti keju yang dibeli ibuku barusan.