Translate

Sabtu, 09 Januari 2016

Si siang


Panasnya disini. Riuhnya orang lain, yang jelas tak akan membuat berubah hidup ini. Aku dengarkan lagu yang bisa meneduhkan suasana, ya lagu payung teduh. Orang berlalu lalang. Entah kemana tujuan nya dan entah hasrat apa yang mengantarkan orang orang itu untuk menuju tujuan yang jelas aku belum ketahui.

Jika di darat, sekelilingku hanya semut yang berjalan, dan saling menyapa ketika bertemu semut yang lainnya. Tapi semut yang dianggap jari kelingking akan takut jika bertemu dengan ibu jari kita yang dianggap gajah, karena jari kelingking akan kalah oleh ibu jari, seperti kita suten dengan orang lain. Jika di udara, tak ada burung, karena sudah banyak ditangkap orang dan dijual. Tak hanya burung. Ada capung yang seperti manusia, berlalu lalang. Begitu pun mobil dan motor, seperti capung dan manusia yang berlalu lalang, masih sama saja. Tak ada yang terlalu berbeda disini.

Semilir angin yang sedikit menggoda telinga dan leherku, yang membuat ku merasa merinding dan bergetar seperti habis kencing. Tak hanya angin yang bersemilir, suara orang yang sedang memalu begitu bising terdengar. Begitu pula mesin gurinda yang sedang merapihakan besi yang habis dilas oleh ahlinya – sangatlah bising. Akibat bising itu, ketika mendengar perkataan teman, harus meminta ulang perkataan itu dengan mengucap,

‘Hah? Apa gak kedengeran’

Pohon yang tinggi dan daunnya yang bergoyang-goyang, seolah menyampaikan pesan angin yang entah pesan dari Tuhan atau pesan dari alam. Tak ada fatamorgana disini, seperti jalan beraspal yang terkena sinar matahari. Hanya ada debu pasir yang terlihat seperti fatamorgana, ketika orang yang berlalu lalang itu. Berjalan diatasnya dan agak menyeret kakinya. Pemandangan yang jauh dari sini, hanyalah Gunung Manglayang yang tinggi dan gagah.