Panasnya
disini. Riuhnya orang lain, yang jelas tak akan membuat berubah hidup ini. Aku
dengarkan lagu yang bisa meneduhkan suasana, ya lagu payung teduh. Orang
berlalu lalang. Entah kemana tujuan nya dan entah hasrat apa yang mengantarkan
orang orang itu untuk menuju tujuan yang jelas aku belum ketahui.
Jika
di darat, sekelilingku hanya semut yang berjalan, dan saling menyapa ketika
bertemu semut yang lainnya. Tapi semut yang dianggap jari kelingking akan takut
jika bertemu dengan ibu jari kita yang dianggap gajah, karena jari kelingking
akan kalah oleh ibu jari, seperti kita suten dengan orang lain. Jika di udara,
tak ada burung, karena sudah banyak ditangkap orang dan dijual. Tak hanya burung. Ada
capung yang seperti manusia, berlalu lalang. Begitu pun mobil dan motor,
seperti capung dan manusia yang berlalu lalang, masih sama saja. Tak ada yang
terlalu berbeda disini.
Semilir
angin yang sedikit menggoda telinga dan leherku, yang membuat ku merasa
merinding dan bergetar seperti habis kencing. Tak hanya angin yang bersemilir,
suara orang yang sedang memalu begitu bising terdengar. Begitu pula mesin gurinda yang sedang merapihakan besi
yang habis dilas oleh ahlinya – sangatlah bising. Akibat bising itu, ketika mendengar
perkataan teman, harus meminta ulang perkataan itu dengan mengucap,
‘Hah?
Apa gak kedengeran’
Pohon
yang tinggi dan daunnya yang bergoyang-goyang, seolah menyampaikan pesan angin
yang entah pesan dari Tuhan atau pesan dari alam. Tak ada fatamorgana disini,
seperti jalan beraspal yang terkena sinar matahari. Hanya ada debu pasir yang
terlihat seperti fatamorgana, ketika orang yang berlalu lalang itu. Berjalan
diatasnya dan agak menyeret kakinya. Pemandangan yang jauh dari sini, hanyalah
Gunung Manglayang yang tinggi dan gagah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar